Wallis Simpson
Sang Raja Inggrispun turun takhta demi Dia.
Tidak
banyak wanita simpanan dari pria kaya dan terkenal yang akhirnya sukses
menikahi sang pria. Wallis Simpson, seorang janda cerai Amerika, termasuk satu
dari yang sedikit itu. Tidak main-main, takhta yang dia rebut adalah takhta
terhormat keluarga Kerajaan Inggris.
Kalangan monarki Inggris sempat
kebat-kebit dibuatnya. Padahal awalnya Wallis hanyalah salah satu wanita
selingkuhan Edward, Prince of Wales sejak tahun 1934. Wanita Amerika dengan
status janda cerai dua kali tidak masuk hitungan di mata para bangsawan
Inggris. Siapa sangka, Wallis akhirnya mampu menikahi sang pangeran, dan
menyematkan gelar The Duchess of Windsor pada namanya.
Ketika
Edward dinobatkan menjadi Raja Inggris, King Edward III, Wallis masih setia
menjadi salah satu “gundik” tak resminya. Sudah pasti kalangan monarki Inggris
menolak mentah-mentah. Salah satu syarat menjadi raja Inggris adalah menikah
dengan sesama kalangan bangsawan, bukan rakyat biasa terlebih lagi “janda cerai
Amerika”. Namun cinta mampu mengubah segalanya. Pada 11 Desember 1936, Raja
Edward mengumumkan pengunduran dirinya.
“Saya
tidak dapat menjadi raja, tanpa bantuan
wanita yang saya cintai,” ujarnya. Dengan alasan itu Edward menyatakan turun
takhta, sebab memilih Wallis Simpson dari pada kedudukan sebagai raja. Gelarnya
pun berubah menjadi Duke of Edward. Setelah dinikahi Edward, Wallis mendapat
gelar the Duchess of Windsor. Pernikahan Edward dan Wallis berjalan langgeng
hingga 35 tahun, sampai tutup usia tahun 1986, dan dimakamkan di samping makam
suamiya. Selama hidup wanita ini diwarnai beraneka rumor tentang petualangan
cintanya dari pelukan satu lelaki ke lelaki lainnya. Bahkan pernah digosipkan
sempat hamil dan melakukan aborsi dengan pria-pria lain.
Keluarga
Sosialita
Bessie
Wallis Warfield, demikian nama asli Wallis, lahir di Baltimore, 19 Juni 1896.
Anak tunggal dari Teackle Wallis Warfield dan Alice Montague ini sengaja
dilahirkan di Square Cottage di Monterey Country Club. Itu merupakan sebuah
resort di mana warga Baltimore menghabiskan liburan musim panas. Mereka
tergolong keluarga berada, mengingat ayahnya berprofesi sebagai pedagang
terigu yang sukses. Dikalangan warga Baltimore ayah Wallis adalah figur yang
popular dan disukai.
Sayang
Wallis tak dapat menikmati kasih sayang ayahnya terlalu lama. Beberapa bulan
setelah Wallis lahir, tepatnya tanggal 15 November 1896 Teackle meninggal
karena TBC. Sejak itu Wallis dan ibunya
secara finansial sangat mengandalkan kekayaan S.Davies Warfield, saudara
ayahnya, seorang pengusaha sukses. Kelak Davies menjadi Presiden Continental
Trust Company dan Seabod Air Line Railway. Ibu dan anaknya menumpang di
rumahnya di 34 East Presston Street.
Panggilan
“Bessie” melekat saat Wallis kanak-kanak, namun ia lebih popular dengan nama
Wallis begitu ia memasuki usia remaja. Setelah sempat tinggal bersama bibinya
yang janda, serta tinggal di apertemen, Alice dan Wallis akhirnya bisa memiliki
rumah sendiri. Wallis mulai menginjak 12 tahun ketika ibunya menikah kembali
dengan John Freeman Rasin. Ayah tiri Wallis itu dari kalangan keluarga berada,
putra seorang eksekutif Partai Demokrat. Namun untuk usia pendidikan Wallis
tetap dibiayai pamanya.
Gadis
itu bersekolah di Oldfields School, sebuah sekolah paling mahal di Maryland.
Mulailah Wallis masuk dalam kalangan sosialita. Dia berteman dengan anak-anak
para politisi ternama, pengusaha, dan kalangan atas lain. Sebut saja Renee du
Pont, putri senator T. Coleman du Pont, serta Marry Kirk, keluarga pendiri
Kirk Silverware. ”Dia cerdas, lebih cerdas dari kami semua. Dia berniat menjadi
ketua kelas dan dia berhasil. Wallis selalu berpakaian rapi dan berusaha keras
melakukan segala hal dengan baik,” begitu kesaksian teman-teman sekolahnya.
Untuk ukuran seorang gadis, ukuran rahang Wallis memang terlalu kokoh. Tapi mata
biru dan sosok mungilnya membuat Wallis mempuyai beberapa pengagum.
Suami Pertama
yang Pemabuk
Wallis
bertemu dengan Earl Winfeld Spences Jr, seorang penerbang di usia 20 tahun.
Saat itu bulan April 1916, Wallis sedang menunjungi Corrine Mustin, sepupunya
di Pencasola, Florida. Mereka saling jatuh cinta, kemudian menjalin hubungan.
Dalam tempo singkat, Wallis dan Win menikah di Gereja Christ Episcopal
Baltimore, pada tanggal 08 November 1916. Barulah sisi lain dari Win terungkap.
Dia seorang pemabuk. Sepanjang waktu kerjanya hanya menenggak minuman
beralkohol ketika sedang tidak terbang. Pernah sekali waktu win terbang dalam
kondisi mabuk, hingga pesawatnya jatuh ke laut. Untungnya dia baik-baik saja.
Perang dunia I meletus, pria itu ditugaskan di San Diego untuk mengikuti
pelatihan dasar di Naval Air Station North Island. Win bertugas disana dari
1917 – 1921.
Suami
istri itu menjalin hubungan jarak jauh. Baru pada musim semi tahun 1921 mereka
bersama lagi, sewaktu itu Win ditugaskan di Washington DC. Namun dua tahun
kemudian mereka berpisah lagi, sebab Win ditugaskan di timur sebagai Komandan
Pampanga. Selama berjauhan dengan suaminya Wallis diam-diam menjalin hubungan
gelap dengan seorang diplomat Argentina, Felipe de Espil. Jauh dari suaminya
yang pemabuk, dengan gaya hidup penuh resiko, sesungguhnya membuat Wallis lega.
Dia menikmati kebebasan sepunuhnya. Sepupunya, Corinne, yang baru saja bercerai
dengan suaminya, mengundang ke Paris. Dengan alasan menyusul suaminya, Wallis
melakukan perjalanan dengan kapal USS Chaumont. Tapi Win menemuinya sebentar
saja kemudian kembali ke Hongkong.
Selama
di China, Wallis bergabung dengan kalangan diplomat asing dan pejabat setempat.
Di Beijing dia tinggal bersama teman lamanya, Katherine dan Herman Rogers.
Disana Wallis menikmati kebebasan dan keleluasaan hidup, jauh dari suami serta
keluarga. Berdasarkan kesaksian Milton E. Miles, istri seorang kenalan Win, di
Beijing Wallis menjalin hubungan dengan Count Galeazzo, yang kemudian menjadi menantu
Mussolini dan menteri luar negeri. Dari perselingkuhan itu Wallis hamil. Dia
melakukan aborsi fatal yang mengakibatkan dia tak dapat memiliki keturunan
selamanya. Isu ini baru tersebar di kemudian hari. Tapi rumor itu dibantah
mentah-mentah oleh istri Ciano, Edda Mussolini.
Suami Kedua
Wallis
menghabiskan waktu sekitar satu tahun di China, sembari menunggu masa dinas Win
selesai. Mereka baru kembali ke Amerika pada September 1925. Pasangan tersebut
tak bisa lagi mempertahankan pernikahanya, dan resmi bercerai pada 10 Desember
1927. Sebenarnya, selama masi terikat perkawinan dengan Win, Wallis berseligkuh
dengan Ernest Aldrich Simpson, seorang ekesekutif dan mantan karyawan
Coldstream Guards. Setelah menceraikan istri pertamanya, Dorothea, Ernest
menikahi Wallis tanggal 21 Juli 1928 di London.
Setahun
kemudian diterima kabar bahwa Alice, ibu Wallis, sakit keras. Segera Wallis
terbang ke Amerika untuk menemuinya. Ternyata dalam perjalan, investasi Wallis
hancur lebur, seiring dengan merosotnya saham-saham di Wall Street. Ibu Wallis
meninggal pada 2 November 1929. Kembali ke Inggris dengan perasaan hancur,
Wallis dan suaminya pindah ke sebuah flat. Mereka masih hidup layak, dan Wallis
masih menjadi sosialita terpandang.
Melalui
seorang teman, Consuelo Thaw, Wallis berkenalan dengan Thelma, Lady Furness,
yang kemudian menjadi salah satu simpanan Edward, Prince of Wales. Dari Lady
Furness, Wallis dikenalkan dengan Edward, pada 10 Januari 1931. Pangeran Edward
merupakan anak tertua dari Raja George dan Ratu Mary, serta pewaris takhta
Kerajaan Inggris. Sejak itu, selama 1931 sampai 1934, Edward dan suami istri
Simpson sering bertemu diberbagai pesta kalangan atas. Perlahan Ernest mulai
mengalami kesulitan finasial. Pendapatannya agaknya kurang memenuhi gaya hidup
ia dan istrinya. Mau tak mau Ernest muali memecat beberapa pegawainya.
Skandal dengan
Pangeran Edward
Sadar
bahwa suaminya tak bisa diharapkan secara finasial, Wallis mulai memutar otak.
Kesempatan itu terbuka saat Lady Furness terbang ke New York City pada Januari
1934. Otomatis Pangeran Edward dalam posisi “kosong”. Wallis sangat yakin
dengan pesona kecantikan dan kecerdasannya, mendekati Edward. Ia tahu, pria itu
sedang mencari pasangan yang sepadan. Dalam tempo singkat, Wallis sukses
menggantikan posisi Lady Furness. Bahkan sang Pangeran juga mulai menjauh dari
simpanan lainnya. Status Wallis masih sebagai istri Ernest, namun sama sekali
tak membuatnya getar. Dengan apik wanita ini mampu menutupi hubungan
istimewahnya dengan Pangeran. Wallis memang wanita yang cerdas yang mampu
membuat Pangeran Edward jatuh cinta habis-habisan.
Berdasarkan
biografi Sang Pangeran, diesebutkan bahwa Edward benar-benar ketergantungan
kepada Wallis. Diakui oleh Wallis bahwa dirinya baru bena-benar jatuh cinta
pada Edward pada bulan Agustus 1934, ketika mereka berada dikapal pesiar milik
Lord Moyne, Rosaura. Entah apa yang membuat Edward mabuk kepayang,
sampi-sampai ia membawa Wallis ke Istana Buckingham, untuk diperkanlkan pada
ibunya. Tanpa ragu Edward memamerkan kekayaan dan koleksi perhiasannya. Bila
dipastikan, pria itu sudah sangat mencintai Wallis, hingga tahun 1935, pasangan
illegal berpergian bersama keliling eropa. Skandal perselingkuhan Wallis dan
Edward sudah terang-terangan, sulit ditutupi lagi. Hubungan mereka pun mulai
mengintervensikan pekerjaan Edward.
Ternyata
sepak terjang Wallis sebagai kalangan sosialita yang senang berkencan dengan
banyak lelaki sudah menjadi rahasia umum. Masih di tahun 1935, kepala
Kepolisian Metropolitan menyatakan bahwa Wallis juga terlibat dalam affair dengan Guy
Marcus Trundle, yang disebut sebagai karyawan Ford Motor Company. Berdasarkan
keterangan Kapten Val Bailey, yang kenal baik dengan Guy.
Ditentang
Kerajaan
Pada
20 Januari, ayah Edward, Raja George V wafat di Sandringham. Sebagai putra sulung,
Edward mewarisi takhta Raja Edward VIII. Hari berikutnya, Edward dengan berani
melanggar protokol kerajaan. Dalam upacara pengumuman tentang pengambilan
takhta oleh dirinya dari jendela Istana St James bersama dengan Wallis, yang
masih berstatus masih suami orang. Dikalangan pemerintahan Inggris pun Edward
tidak disukai. Sudah pasti hal itu membuat ibu dan adik lelakinya, Duke of
York, kecewa dan tertekan. Media inggris cukup santun dalam memberitakan
perilaku Edward dan Wallis.
Sosok
Wallis sebagai wanita yang masih bersuami, pernah bercerai, terlibat beberapa
affair lain, sangat jauh dari ideal di mata keluarga kerajaan. Kalaupun kelak
Wallis bercerai dari suaminya, tetap saja ia bukan figur idaman kerajaan dan
rakyat Inggris. Nama Wallis sudah sangat identik dengan julukan “Wanita Penuh
Ambisi yang Mengejar dan Harta”. Waktu itu, Wallis memang sedang dalam proses
perceraian dengan suaminya. Pernikahan mereka sudah sejak lama tidak bahagia.
Ernest pun berselingkuh dengan Mary Kirk, bekas teman sekolahnya.
Raja
Edward berkonsultasi dengan perdana menteri Inggris Stanley Baldwin, mengenai
bagaimana dia dapat menikahi Wallis, sekaligus tetap menjadi raja, Raja Edward
mengusulkan sistem pernikahan morganatik, yaitu raja dapat menikahi Wallis,
tapi Wallis tidak dapat menjadi ratu. Usul itu ditolak Baldwin. Menurutnya,
apabila cara itu diambil, maka pemerintah bisa terguncang dan menimbulkan
krisis konstitusional.
Turun Takhta
Sementara
itu kabar hubungan Wallis dengan Sang Raja semakin terpublikasi ke seantero
Inggris Raya. Tak tahan dengan pemberitaan yang semakin santer, Wallis
berkendara ke Prancis bagian selatan. Hingga tiga bulan berikutnya dia berusaha
bersembunyi dari media di Villa LouViei, dekat Cannes, rumah seorang teman
baiknya, Herman dan Katherine Rogers. Selama itu pula ia mendapat tekanan dari
Lord Brownlow untuk segera meninggalkan Raja Edward.
Seberat
apa pun tekanan yang dialami Wallis dan Edward, tetap saja Edward bersikeras
untuk menikahi Wallis. Pengacara Wallis, John Theodore Goddard, menyatakan,
“klien saya siap memperlakukan apa saja demi mempermudah situasi ini. Tapi dari sisi
lain Raja Edward sudah menentukan sikapnya.” Dari sini terindikasi bahwa Sang
Raja telah memutuskan, dia tidak punya opsi selain turun dari takhta apabila ingin
menikahi Wallis.
Raja
Edward sangat serius dengan keputusan itu. Pada 10 November 1936, Raja Edward
menandatagani “Instrument of Abdication”, dihadapan tiga adik lelakinya, yaitu
Duke of York, Duke of Gloucester, dan Duke of
Kent. Duke of York lah yang menduduki takhta sebagai Raja George VI.
Langkah tersebut disusul oleh serangkaian ketetapan hukum yang diteruskan ke
Parlemen Dominion. Pada 11 Desember 1936, melalui siaran radio, Edward
menyatakan, “saya telah menemukan bahwa tidak mungkin menanggung beban tanggung
jawab berat. Untuk bisa menjalankan tugas-tugas saya sebagai raja seperti yang
saya harapkan, tidak mungkin apabila tanpa bantuan dan dukungan wanita yang
saya cintai.”
Setelah
menjalankan keputusan yang sangat berarti itu, Edward meninggalkan Inggris,
menuju Austria. Disana ia tinggal di Scholss Enzesfeld, kediaman Baron Eugen
dan Baroness Kity de Rothschild. Dia sengaja menjaga jarak dengan Wallis sampai
kondisi cukup aman, dan tak menganggu proses perceraian Wallis dan Ernest.
Sesudah perceraian diakui secara hukum pada Mei 1937, Wallis mengubah nama
menjadi Wallis Warfield. Dia dan Edward baru bertemu kembali di Chateau de
Cande, Monts, Prancis, pada Mei 1937.
Menjadi Duchess
of Windsor
Wallis
dan Edward menikah sebulan kemudian, 3 Juni 1937 di tempat yang sama, yang
disewa seorang jutaan Prancis, Charles Bedaux. Tak satu pun anggota keluarga
Edward yang hadir. Sang mempelai wanita mengenakan gaun berwarna biru yang
dikenal dengan nama “Wallis Blue”. Dari pernikahan itu mereka tidak dikaruniai
anak. Sedangkan Ernest menikahi Mary Kirk di bulan November, tahun yang sama.
Oleh adiknya, Raja George VI, Edward dianugerahi gelar Duke of Windsor. Wallis
sendiri otomatis mendapat gelar Duchess of Windsor. Pihak parlemen menetapkan
undang-undang untuk mencegah Wallis mendapatkan kehormatan sebagai “Royal
Highness”. Menurut Raja George VI, gelar Duchess of Windsor bagi Wallis tidak
harus setara dengan Ratu Mary dan istri George, Ratu Elizabeth. Awalnya, keluarga kerajaan tidak bisa
menerima kehadiran Duchess of Windsor, baik secara formal maupun informal.
Bahkan menurut salah satu buku biografi, Ratu Elizabeth tetap bersikap pahit
pada Wallis. Sang ratu merasa Wallis lah yang menjadi penyebab suaminya menjadi
raja, yang kelak menjadi faktor mengapa Raja George VI wafat lebih cepat. Klaim
ini dibantah oleh teman-teman dekat Sang Ratu, seperti Duke of Grafton, yang
menulis, “Dia tidak pernah berkata kasar tentang Duchess of Windsor.”
Dikalangan
istana, Ratu sering menjuluki Wallis sebagai “Nona Temple” atau “biskuit”,
karena kesukaanya makan sesuatu. Sosok Wallis yang mungil mengigatkan mereka
pada Shirley Temple. Wallis berusaha sebisa mungkin diterima di keluarga
kerajaan. Ia juga tak mengacuhkan penolakan kerabat Edward sebagai bagian dari
keluarga. Dikalangan rumah tangganya sendiri, Wallis tetap mempertahankan
panggilan “Her Royal Highness”, kendati itu bertentangan dengan ketetapan
hukum.
Duke
dan Duchess of Windsor tinggal di Prancis pada awal masa perang, tahun 1937
mereka mengunjungi Jerman dan bertemu Adolf Hitler di tempat peristirahatannya,
Berchtesgaden. Hitler sempat berkomentar tentang Wallis, “Dia semestinya bisa
menjadi Ratu yang baik.” Kunjungan tersebut memunculkan isu bahwa Wallis
sebenarnya agen mata-mata Jerman. Sejumlah dokumen FBI yang kemudian ditemukan,
melansir bahwa di era 1930-an Wallis memang seorang simpatisan NAZI.
Sejak
perang dunia II meletus pada 1939, Duke of Windsor berdinas di pos militernya,
markas tetangga Inggris di Prancis. Sementara itu Duchess terus bergaul dengan
teman-temannya dari gerakan fasis. Selama itu Duchess alias Wallis membocorkan
detail-detail informasi mengenai Prancis dan Belgia yang didapat dari suaminya.
Ketika Jerman menginvasi bagian utara Prancis dan mengebom Inggris pada Mei
1940, Duchess mengatakan kepada seorang jurnalis Amerika, “Saya tidak dapat
merasa menyesal untuk mereka”.
Karena
pasukan Jerman kian menguasai Prancis, Duke dan Duchess terbang kebagian
selatan. Pertama mereka ke Biarritz, kemudian ke Spanyol. Kepada Duta Besar
Amerika Serikat, Alexander W Weddel, Duchess menyatakan bahwa Prancis telah
kalah, sebab kondisi internal yang sudah sakit. Bulan Juli, pasangan tersebut
pergi ke Lisbon, Portugis, dimana mereka tinggal dirumah Ricardo de Espirito
Santo e Silva, seorang banker yang juga dicurigai adalah agen rahasia Jerman.
Bulan Agustus, Duke dan Duchess berpergian menggunakan jalur komersial ke
kepulauan Bahama. Di sana Duke dilantik menjadi gubernur. Wallis pun menjalankan
peran sebagai ibu gubernur selama lima tahun. Dia aktif dalam organisasi Palang
Merah, dan focus di pengembangan kesejahteraan bayi.
Gaya
hidup ala sosialitanya masih melekat. Senang berfoya-foya dan mengadakan pesta
glamor. Media Inggris terus mengikuti gerak-geriknya. Perilaku Wallis belanja
berlebihan ke Amerika Serikat mendapat kritikan tajam. Di masa itu Inggris
sedang dalam kondisi kesulitan finasial, namun Wallis sama sekali tidak peduli.
Duchess of Windsor ini pernah diberitakan bersikap rasis dengan mengomentari
masyarakat Bahama sebagai “Negro Pemalas” dalam suatu surat ke bibinya.
Setelah
pasukan NAZI Jerman menyerah, pasangan Duke dan Duchess kembali ke Prancis
untuk menikmati masa pensiun. Di usia senja inilah pasangan itu baru mulaidekat
dekat dengan keluarga Kerajaan Inggris. Duke of Windsor kembali ke Inggris
untuk menghadiri upacara pemakaman Raja George VI tahun 1952. Duchess tidak
ikut mendampingi. Suatu kali saat di London, kepada suaminya ia pernah mengaku
“Saya benci negara ini. Saya juga tidak mau dimakamkan disini.” Pasangan itu
selalu tinggal di Paris, salah satunya beralamat di 4 route du Champ
d’Entertainement di daerah Neuilly-sur-Seine dekat Paris. Rumah kedua mereka
ada di Gud-sur-Yvette.
Massa Tua yang
Sakit-sakitan
Duchess
baru bersedia mendampingi Duke of London pada tahun1965. Saat itu Duke of
London menjalai pembedan pada retina matanya. Dikesmpatan itu hadir pula Ratu
Elizabeth II, Putri Marina, dan Duchess of Kent. Dua tahun kemudian , Duke dan
Duchess of Windsor bergabung dengan keluarga Kerajaan Inggris untuk pembukaan
plakat Ratu Elizabeth II dalam rangka memperingati kelahiran Ratu Mary. Baik
Ratu Elizabeth dan Pangeran Charles sama-sama mengunjungi pasangan Windsor di
Paris pada hari-hari terakhir Duke.
Kondisi
keehatan Duke of Windsor alias Edward semakin memburuk. Sampai akhirnya wafat
karena kanker pada tahun 1972. Selayaknya keluarga Kerajaan Duke dimakamkan di
Inggris. Kesehatan Duchess sendiri juga tidak terlalu baik. Saat itu usianya
sudah 76 tahun. Ia menderita demensia, dan beberapa kali jatuh hinnga tulang
pinggulnya patah. Duchess mengantungkan hidupnya dari uang saku dari Ratu
Inggris dan pendapatan investasi suaminya.
Sejak
kematian suaminya, Duchess mempercayakan perwalian kepada pengacaranya asal
Prancis, Suzanne Blum. Belakangan diketahui bahwa Suzanne banyak memanipulasi
klienya. Ia menjual sejumlah barang-barang Duchess dengan harga murah. Ditambah
lagi Suzanne menjual informasi pribadi Duchess kepada Caroline Blackwood,
penulis buku The Last of the Duchess yang ditulis pada ahun 1980. Ditahun itu
juga, Duchess kehilamgan kemampuan berbicara. Lama-kelamaan ia hidup menendiri
dikamar, tidaa menerima kunjugan. Bahkan menjaga jarak dari dokter dan perawat.
Wallis
Wanfield alias Wallis Simpson alias Duchess of Windsor wafat pada 24 April 1986
di rumahnya di Bois de Boulogne, Paris. Upacara pemakamanya diadakan di St
George;s Chapel, Kastil Windsor. Keluarga kerajaan seperti Ibu Ratu, Putri
Alice, Duchess of Gloucester, dan beberapa lagi. Wallis dimakamkan di samping
makam Edward di Royal Burial Ground, dekat Kastil Windsor. Di batu nisannya
tertera, “Wallis, Duchess of Windsor”.
Wallis
sempat menerbitkan sebuah memoir berjudul The Heart Has Its Reason, yang
ditulis seorang penulis bayangan, tahun 1956. Charles Hugman yang membaca buku
itu mengomentari Duchess sebagai seorang wanita yang karismatik, enerjik, dan
sangat ambisius. Beberapa penulis biografi Wallis menyebut,“ Dia telah
mengalami kisah dongeng luar biasa, menjadi
Idaman pria glamor di zamanya. Tapi apa yang
di inginkanya justru berbalik. Seorang raja meningglakan takhta demi hidup
bersamanya.” Padahal kemungkinan besar, dalam lubuk hati Wallis ingin menjadi
seorang ratu.
Wallis
Simpson masih menjadi icon wanita simpanan yang sukses merebut cinta sejati.
Terlepas dari motifnya bukan cinta, melainkah takhta dan harta, tetap saja
Wallis tergolong wanita simpanan yang mengesankan.
0 komentar:
Posting Komentar