Sabtu, 30 Desember 2017

Wallis Simpson

Wallis Simpson
Sang Raja Inggrispun turun takhta demi Dia.



Tidak banyak wanita simpanan dari pria kaya dan terkenal yang akhirnya sukses menikahi sang pria. Wallis Simpson, seorang janda cerai Amerika, termasuk satu dari yang sedikit itu. Tidak main-main, takhta yang dia rebut adalah takhta terhormat keluarga Kerajaan Inggris.
Kalangan monarki Inggris sempat kebat-kebit dibuatnya. Padahal awalnya Wallis hanyalah salah satu wanita selingkuhan Edward, Prince of Wales sejak tahun 1934. Wanita Amerika dengan status janda cerai dua kali tidak masuk hitungan di mata para bangsawan Inggris. Siapa sangka, Wallis akhirnya mampu menikahi sang pangeran, dan menyematkan gelar The Duchess of Windsor pada namanya.
Ketika Edward dinobatkan menjadi Raja Inggris, King Edward III, Wallis masih setia menjadi salah satu “gundik” tak resminya. Sudah pasti kalangan monarki Inggris menolak mentah-mentah. Salah satu syarat menjadi raja Inggris adalah menikah dengan sesama kalangan bangsawan, bukan rakyat biasa terlebih lagi “janda cerai Amerika”. Namun cinta mampu mengubah segalanya. Pada 11 Desember 1936, Raja Edward mengumumkan pengunduran dirinya.
“Saya tidak dapat menjadi  raja, tanpa bantuan wanita yang saya cintai,” ujarnya. Dengan alasan itu Edward menyatakan turun takhta, sebab memilih Wallis Simpson dari pada kedudukan sebagai raja. Gelarnya pun berubah menjadi Duke of Edward. Setelah dinikahi Edward, Wallis mendapat gelar the Duchess of Windsor. Pernikahan Edward dan Wallis berjalan langgeng hingga 35 tahun, sampai tutup usia tahun 1986, dan dimakamkan di samping makam suamiya. Selama hidup wanita ini diwarnai beraneka rumor tentang petualangan cintanya dari pelukan satu lelaki ke lelaki lainnya. Bahkan pernah digosipkan sempat hamil dan melakukan aborsi dengan pria-pria lain.

Keluarga Sosialita
Bessie Wallis Warfield, demikian nama asli Wallis, lahir di Baltimore, 19 Juni 1896. Anak tunggal dari Teackle Wallis Warfield dan Alice Montague ini sengaja dilahirkan di Square Cottage di Monterey Country Club. Itu merupakan sebuah resort di mana warga Baltimore menghabiskan liburan musim panas. Mereka tergolong keluarga berada, mengingat ayahnya berprofesi sebagai pedagang terigu yang sukses. Dikalangan warga Baltimore ayah Wallis adalah figur yang popular dan disukai.
Sayang Wallis tak dapat menikmati kasih sayang ayahnya terlalu lama. Beberapa bulan setelah Wallis lahir, tepatnya tanggal 15 November 1896 Teackle meninggal karena TBC.  Sejak itu Wallis dan ibunya secara finansial sangat mengandalkan kekayaan S.Davies Warfield, saudara ayahnya, seorang pengusaha sukses. Kelak Davies menjadi Presiden Continental Trust Company dan Seabod Air Line Railway. Ibu dan anaknya menumpang di rumahnya di 34 East Presston Street.
Panggilan “Bessie” melekat saat Wallis kanak-kanak, namun ia lebih popular dengan nama Wallis begitu ia memasuki usia remaja. Setelah sempat tinggal bersama bibinya yang janda, serta tinggal di apertemen, Alice dan Wallis akhirnya bisa memiliki rumah sendiri. Wallis mulai menginjak 12 tahun ketika ibunya menikah kembali dengan John Freeman Rasin. Ayah tiri Wallis itu dari kalangan keluarga berada, putra seorang eksekutif Partai Demokrat. Namun untuk usia pendidikan Wallis tetap dibiayai pamanya.
Gadis itu bersekolah di Oldfields School, sebuah sekolah paling mahal di Maryland. Mulailah Wallis masuk dalam kalangan sosialita. Dia berteman dengan anak-anak para politisi ternama, pengusaha, dan kalangan atas lain. Sebut saja Renee du Pont, putri senator T. Coleman du Pont, serta Marry Kirk, keluarga pendiri Kirk Silverware. ”Dia cerdas, lebih cerdas dari kami semua. Dia berniat menjadi ketua kelas dan dia berhasil. Wallis selalu berpakaian rapi dan berusaha keras melakukan segala hal dengan baik,” begitu kesaksian teman-teman sekolahnya. Untuk ukuran seorang gadis, ukuran rahang Wallis memang terlalu kokoh. Tapi mata biru dan sosok mungilnya membuat Wallis mempuyai beberapa pengagum.

Suami Pertama yang Pemabuk 
Wallis bertemu dengan Earl Winfeld Spences Jr, seorang penerbang di usia 20 tahun. Saat itu bulan April 1916, Wallis sedang menunjungi Corrine Mustin, sepupunya di Pencasola, Florida. Mereka saling jatuh cinta, kemudian menjalin hubungan. Dalam tempo singkat, Wallis dan Win menikah di Gereja Christ Episcopal Baltimore, pada tanggal 08 November 1916. Barulah sisi lain dari Win terungkap. Dia seorang pemabuk. Sepanjang waktu kerjanya hanya menenggak minuman beralkohol ketika sedang tidak terbang. Pernah sekali waktu win terbang dalam kondisi mabuk, hingga pesawatnya jatuh ke laut. Untungnya dia baik-baik saja. Perang dunia I meletus, pria itu ditugaskan di San Diego untuk mengikuti pelatihan dasar di Naval Air Station North Island. Win bertugas disana dari 1917 – 1921.
Suami istri itu menjalin hubungan jarak jauh. Baru pada musim semi tahun 1921 mereka bersama lagi, sewaktu itu Win ditugaskan di Washington DC. Namun dua tahun kemudian mereka berpisah lagi, sebab Win ditugaskan di timur sebagai Komandan Pampanga. Selama berjauhan dengan suaminya Wallis diam-diam menjalin hubungan gelap dengan seorang diplomat Argentina, Felipe de Espil. Jauh dari suaminya yang pemabuk, dengan gaya hidup penuh resiko, sesungguhnya membuat Wallis lega. Dia menikmati kebebasan sepunuhnya. Sepupunya, Corinne, yang baru saja bercerai dengan suaminya, mengundang ke Paris. Dengan alasan menyusul suaminya, Wallis melakukan perjalanan dengan kapal USS Chaumont. Tapi Win menemuinya sebentar saja kemudian kembali ke Hongkong.
Selama di China, Wallis bergabung dengan kalangan diplomat asing dan pejabat setempat. Di Beijing dia tinggal bersama teman lamanya, Katherine dan Herman Rogers. Disana Wallis menikmati kebebasan dan keleluasaan hidup, jauh dari suami serta keluarga. Berdasarkan kesaksian Milton E. Miles, istri seorang kenalan Win, di Beijing Wallis menjalin hubungan dengan Count Galeazzo, yang kemudian menjadi menantu Mussolini dan menteri luar negeri. Dari perselingkuhan itu Wallis hamil. Dia melakukan aborsi fatal yang mengakibatkan dia tak dapat memiliki keturunan selamanya. Isu ini baru tersebar di kemudian hari. Tapi rumor itu dibantah mentah-mentah oleh istri Ciano, Edda Mussolini.

Suami Kedua      
Wallis menghabiskan waktu sekitar satu tahun di China, sembari menunggu masa dinas Win selesai. Mereka baru kembali ke Amerika pada September 1925. Pasangan tersebut tak bisa lagi mempertahankan pernikahanya, dan resmi bercerai pada 10 Desember 1927. Sebenarnya, selama masi terikat perkawinan dengan Win, Wallis berseligkuh dengan Ernest Aldrich Simpson, seorang ekesekutif dan mantan karyawan Coldstream Guards. Setelah menceraikan istri pertamanya, Dorothea, Ernest menikahi Wallis tanggal 21 Juli 1928 di London.
Setahun kemudian diterima kabar bahwa Alice, ibu Wallis, sakit keras. Segera Wallis terbang ke Amerika untuk menemuinya. Ternyata dalam perjalan, investasi Wallis hancur lebur, seiring dengan merosotnya saham-saham di Wall Street. Ibu Wallis meninggal pada 2 November 1929. Kembali ke Inggris dengan perasaan hancur, Wallis dan suaminya pindah ke sebuah flat. Mereka masih hidup layak, dan Wallis masih menjadi sosialita terpandang.
Melalui seorang teman, Consuelo Thaw, Wallis berkenalan dengan Thelma, Lady Furness, yang kemudian menjadi salah satu simpanan Edward, Prince of Wales. Dari Lady Furness, Wallis dikenalkan dengan Edward, pada 10 Januari 1931. Pangeran Edward merupakan anak tertua dari Raja George dan Ratu Mary, serta pewaris takhta Kerajaan Inggris. Sejak itu, selama 1931 sampai 1934, Edward dan suami istri Simpson sering bertemu diberbagai pesta kalangan atas. Perlahan Ernest mulai mengalami kesulitan finasial. Pendapatannya agaknya kurang memenuhi gaya hidup ia dan istrinya. Mau tak mau Ernest muali memecat beberapa pegawainya.

Skandal dengan Pangeran Edward 
Sadar bahwa suaminya tak bisa diharapkan secara finasial, Wallis mulai memutar otak. Kesempatan itu terbuka saat Lady Furness terbang ke New York City pada Januari 1934. Otomatis Pangeran Edward dalam posisi “kosong”. Wallis sangat yakin dengan pesona kecantikan dan kecerdasannya, mendekati Edward. Ia tahu, pria itu sedang mencari pasangan yang sepadan. Dalam tempo singkat, Wallis sukses menggantikan posisi Lady Furness. Bahkan sang Pangeran juga mulai menjauh dari simpanan lainnya. Status Wallis masih sebagai istri Ernest, namun sama sekali tak membuatnya getar. Dengan apik wanita ini mampu menutupi hubungan istimewahnya dengan Pangeran. Wallis memang wanita yang cerdas yang mampu membuat Pangeran Edward jatuh cinta habis-habisan.
Berdasarkan biografi Sang Pangeran, diesebutkan bahwa Edward benar-benar ketergantungan kepada Wallis. Diakui oleh Wallis bahwa dirinya baru bena-benar jatuh cinta pada Edward pada bulan Agustus 1934, ketika mereka berada dikapal pesiar milik Lord Moyne, Rosaura. Entah apa yang membuat Edward mabuk kepayang, sampi-sampai ia membawa Wallis ke Istana Buckingham, untuk diperkanlkan pada ibunya. Tanpa ragu Edward memamerkan kekayaan dan koleksi perhiasannya. Bila dipastikan, pria itu sudah sangat mencintai Wallis, hingga tahun 1935, pasangan illegal berpergian bersama keliling eropa. Skandal perselingkuhan Wallis dan Edward sudah terang-terangan, sulit ditutupi lagi. Hubungan mereka pun mulai mengintervensikan pekerjaan Edward.
Ternyata sepak terjang Wallis sebagai kalangan sosialita yang senang berkencan dengan banyak lelaki sudah menjadi rahasia umum. Masih di tahun 1935, kepala Kepolisian Metropolitan menyatakan bahwa Wallis juga terlibat dalam affair dengan Guy Marcus Trundle, yang disebut sebagai karyawan Ford Motor Company. Berdasarkan keterangan Kapten Val Bailey, yang kenal baik dengan Guy.

Ditentang Kerajaan
Pada 20 Januari, ayah Edward, Raja George V wafat di Sandringham. Sebagai putra sulung, Edward mewarisi takhta Raja Edward VIII. Hari berikutnya, Edward dengan berani melanggar protokol kerajaan. Dalam upacara pengumuman tentang pengambilan takhta oleh dirinya dari jendela Istana St James bersama dengan Wallis, yang masih berstatus masih suami orang. Dikalangan pemerintahan Inggris pun Edward tidak disukai. Sudah pasti hal itu membuat ibu dan adik lelakinya, Duke of York, kecewa dan tertekan. Media inggris cukup santun dalam memberitakan perilaku Edward dan Wallis.
Sosok Wallis sebagai wanita yang masih bersuami, pernah bercerai, terlibat beberapa affair lain, sangat jauh dari ideal di mata keluarga kerajaan. Kalaupun kelak Wallis bercerai dari suaminya, tetap saja ia bukan figur idaman kerajaan dan rakyat Inggris. Nama Wallis sudah sangat identik dengan julukan “Wanita Penuh Ambisi yang Mengejar dan Harta”. Waktu itu, Wallis memang sedang dalam proses perceraian dengan suaminya. Pernikahan mereka sudah sejak lama tidak bahagia. Ernest pun berselingkuh dengan Mary Kirk, bekas teman sekolahnya.
Raja Edward berkonsultasi dengan perdana menteri Inggris Stanley Baldwin, mengenai bagaimana dia dapat menikahi Wallis, sekaligus tetap menjadi raja, Raja Edward mengusulkan sistem pernikahan morganatik, yaitu raja dapat menikahi Wallis, tapi Wallis tidak dapat menjadi ratu. Usul itu ditolak Baldwin. Menurutnya, apabila cara itu diambil, maka pemerintah bisa terguncang dan menimbulkan krisis konstitusional.

Turun Takhta  
Sementara itu kabar hubungan Wallis dengan Sang Raja semakin terpublikasi ke seantero Inggris Raya. Tak tahan dengan pemberitaan yang semakin santer, Wallis berkendara ke Prancis bagian selatan. Hingga tiga bulan berikutnya dia berusaha bersembunyi dari media di Villa LouViei, dekat Cannes, rumah seorang teman baiknya, Herman dan Katherine Rogers. Selama itu pula ia mendapat tekanan dari Lord Brownlow untuk segera meninggalkan Raja Edward.
Seberat apa pun tekanan yang dialami Wallis dan Edward, tetap saja Edward bersikeras untuk menikahi Wallis. Pengacara Wallis, John Theodore Goddard, menyatakan, “klien saya siap memperlakukan apa saja demi mempermudah situasi ini. Tapi dari sisi lain Raja Edward sudah menentukan sikapnya.” Dari sini terindikasi bahwa Sang Raja telah memutuskan, dia tidak punya opsi selain turun dari takhta apabila ingin menikahi Wallis.
Raja Edward sangat serius dengan keputusan itu. Pada 10 November 1936, Raja Edward menandatagani “Instrument of Abdication”, dihadapan tiga adik lelakinya, yaitu Duke of York, Duke of Gloucester, dan Duke of  Kent. Duke of York lah yang menduduki takhta sebagai Raja George VI. Langkah tersebut disusul oleh serangkaian ketetapan hukum yang diteruskan ke Parlemen Dominion. Pada 11 Desember 1936, melalui siaran radio, Edward menyatakan, “saya telah menemukan bahwa tidak mungkin menanggung beban tanggung jawab berat. Untuk bisa menjalankan tugas-tugas saya sebagai raja seperti yang saya harapkan, tidak mungkin apabila tanpa bantuan dan dukungan wanita yang saya cintai.”   
Setelah menjalankan keputusan yang sangat berarti itu, Edward meninggalkan Inggris, menuju Austria. Disana ia tinggal di Scholss Enzesfeld, kediaman Baron Eugen dan Baroness Kity de Rothschild. Dia sengaja menjaga jarak dengan Wallis sampai kondisi cukup aman, dan tak menganggu proses perceraian Wallis dan Ernest. Sesudah perceraian diakui secara hukum pada Mei 1937, Wallis mengubah nama menjadi Wallis Warfield. Dia dan Edward baru bertemu kembali di Chateau de Cande, Monts, Prancis, pada Mei 1937.


Menjadi Duchess of Windsor   
  
Wallis dan Edward menikah sebulan kemudian, 3 Juni 1937 di tempat yang sama, yang disewa seorang jutaan Prancis, Charles Bedaux. Tak satu pun anggota keluarga Edward yang hadir. Sang mempelai wanita mengenakan gaun berwarna biru yang dikenal dengan nama “Wallis Blue”. Dari pernikahan itu mereka tidak dikaruniai anak. Sedangkan Ernest menikahi Mary Kirk di bulan November, tahun yang sama. Oleh adiknya, Raja George VI, Edward dianugerahi gelar Duke of Windsor. Wallis sendiri otomatis mendapat gelar Duchess of Windsor. Pihak parlemen menetapkan undang-undang untuk mencegah Wallis mendapatkan kehormatan sebagai “Royal Highness”. Menurut Raja George VI, gelar Duchess of Windsor bagi Wallis tidak harus setara dengan Ratu Mary dan istri George, Ratu Elizabeth.  Awalnya, keluarga kerajaan tidak bisa menerima kehadiran Duchess of Windsor, baik secara formal maupun informal. Bahkan menurut salah satu buku biografi, Ratu Elizabeth tetap bersikap pahit pada Wallis. Sang ratu merasa Wallis lah yang menjadi penyebab suaminya menjadi raja, yang kelak menjadi faktor mengapa Raja George VI wafat lebih cepat. Klaim ini dibantah oleh teman-teman dekat Sang Ratu, seperti Duke of Grafton, yang menulis, “Dia tidak pernah berkata kasar tentang Duchess of Windsor.”
Dikalangan istana, Ratu sering menjuluki Wallis sebagai “Nona Temple” atau “biskuit”, karena kesukaanya makan sesuatu. Sosok Wallis yang mungil mengigatkan mereka pada Shirley Temple. Wallis berusaha sebisa mungkin diterima di keluarga kerajaan. Ia juga tak mengacuhkan penolakan kerabat Edward sebagai bagian dari keluarga. Dikalangan rumah tangganya sendiri, Wallis tetap mempertahankan panggilan “Her Royal Highness”, kendati itu bertentangan dengan ketetapan hukum.

Mata-mata Jerman?

Duke dan Duchess of Windsor tinggal di Prancis pada awal masa perang, tahun 1937 mereka mengunjungi Jerman dan bertemu Adolf Hitler di tempat peristirahatannya, Berchtesgaden. Hitler sempat berkomentar tentang Wallis, “Dia semestinya bisa menjadi Ratu yang baik.” Kunjungan tersebut memunculkan isu bahwa Wallis sebenarnya agen mata-mata Jerman. Sejumlah dokumen FBI yang kemudian ditemukan, melansir bahwa di era 1930-an Wallis memang seorang simpatisan NAZI.
Sejak perang dunia II meletus pada 1939, Duke of Windsor berdinas di pos militernya, markas tetangga Inggris di Prancis. Sementara itu Duchess terus bergaul dengan teman-temannya dari gerakan fasis. Selama itu Duchess alias Wallis membocorkan detail-detail informasi mengenai Prancis dan Belgia yang didapat dari suaminya. Ketika Jerman menginvasi bagian utara Prancis dan mengebom Inggris pada Mei 1940, Duchess mengatakan kepada seorang jurnalis Amerika, “Saya tidak dapat merasa menyesal untuk mereka”.
Karena pasukan Jerman kian menguasai Prancis, Duke dan Duchess terbang kebagian selatan. Pertama mereka ke Biarritz, kemudian ke Spanyol. Kepada Duta Besar Amerika Serikat, Alexander W Weddel, Duchess menyatakan bahwa Prancis telah kalah, sebab kondisi internal yang sudah sakit. Bulan Juli, pasangan tersebut pergi ke Lisbon, Portugis, dimana mereka tinggal dirumah Ricardo de Espirito Santo e Silva, seorang banker yang juga dicurigai adalah agen rahasia Jerman. Bulan Agustus, Duke dan Duchess berpergian menggunakan jalur komersial ke kepulauan Bahama. Di sana Duke dilantik menjadi gubernur. Wallis pun menjalankan peran sebagai ibu gubernur selama lima tahun. Dia aktif dalam organisasi Palang Merah, dan focus di pengembangan kesejahteraan bayi.
Gaya hidup ala sosialitanya masih melekat. Senang berfoya-foya dan mengadakan pesta glamor. Media Inggris terus mengikuti gerak-geriknya. Perilaku Wallis belanja berlebihan ke Amerika Serikat mendapat kritikan tajam. Di masa itu Inggris sedang dalam kondisi kesulitan finasial, namun Wallis sama sekali tidak peduli. Duchess of Windsor ini pernah diberitakan bersikap rasis dengan mengomentari masyarakat Bahama sebagai “Negro Pemalas” dalam suatu surat ke bibinya.
Setelah pasukan NAZI Jerman menyerah, pasangan Duke dan Duchess kembali ke Prancis untuk menikmati masa pensiun. Di usia senja inilah pasangan itu baru mulaidekat dekat dengan keluarga Kerajaan Inggris. Duke of Windsor kembali ke Inggris untuk menghadiri upacara pemakaman Raja George VI tahun 1952. Duchess tidak ikut mendampingi. Suatu kali saat di London, kepada suaminya ia pernah mengaku “Saya benci negara ini. Saya juga tidak mau dimakamkan disini.” Pasangan itu selalu tinggal di Paris, salah satunya beralamat di 4 route du Champ d’Entertainement di daerah Neuilly-sur-Seine dekat Paris. Rumah kedua mereka ada di Gud-sur-Yvette.

Massa Tua yang Sakit-sakitan  

Duchess baru bersedia mendampingi Duke of London pada tahun1965. Saat itu Duke of London menjalai pembedan pada retina matanya. Dikesmpatan itu hadir pula Ratu Elizabeth II, Putri Marina, dan Duchess of Kent. Dua tahun kemudian , Duke dan Duchess of Windsor bergabung dengan keluarga Kerajaan Inggris untuk pembukaan plakat Ratu Elizabeth II dalam rangka memperingati kelahiran Ratu Mary. Baik Ratu Elizabeth dan Pangeran Charles sama-sama mengunjungi pasangan Windsor di Paris pada hari-hari terakhir Duke.
Kondisi keehatan Duke of Windsor alias Edward semakin memburuk. Sampai akhirnya wafat karena kanker pada tahun 1972. Selayaknya keluarga Kerajaan Duke dimakamkan di Inggris. Kesehatan Duchess sendiri juga tidak terlalu baik. Saat itu usianya sudah 76 tahun. Ia menderita demensia, dan beberapa kali jatuh hinnga tulang pinggulnya patah. Duchess mengantungkan hidupnya dari uang saku dari Ratu Inggris dan pendapatan investasi suaminya.
Sejak kematian suaminya, Duchess mempercayakan perwalian kepada pengacaranya asal Prancis, Suzanne Blum. Belakangan diketahui bahwa Suzanne banyak memanipulasi klienya. Ia menjual sejumlah barang-barang Duchess dengan harga murah. Ditambah lagi Suzanne menjual informasi pribadi Duchess kepada Caroline Blackwood, penulis buku The Last of the Duchess yang ditulis pada ahun 1980. Ditahun itu juga, Duchess kehilamgan kemampuan berbicara. Lama-kelamaan ia hidup menendiri dikamar, tidaa menerima kunjugan. Bahkan menjaga jarak dari dokter dan perawat.
Wallis Wanfield alias Wallis Simpson alias Duchess of Windsor wafat pada 24 April 1986 di rumahnya di Bois de Boulogne, Paris. Upacara pemakamanya diadakan di St George;s Chapel, Kastil Windsor. Keluarga kerajaan seperti Ibu Ratu, Putri Alice, Duchess of Gloucester, dan beberapa lagi. Wallis dimakamkan di samping makam Edward di Royal Burial Ground, dekat Kastil Windsor. Di batu nisannya tertera, “Wallis, Duchess of Windsor”.
Wallis sempat menerbitkan sebuah memoir berjudul The Heart Has Its Reason, yang ditulis seorang penulis bayangan, tahun 1956. Charles Hugman yang membaca buku itu mengomentari Duchess sebagai seorang wanita yang karismatik, enerjik, dan sangat ambisius. Beberapa penulis biografi Wallis menyebut,“ Dia telah mengalami kisah dongeng luar biasa, menjadi 
Idaman pria glamor di zamanya. Tapi apa yang di inginkanya justru berbalik. Seorang raja meningglakan takhta demi hidup bersamanya.” Padahal kemungkinan besar, dalam lubuk hati Wallis ingin menjadi seorang ratu.
Wallis Simpson masih menjadi icon wanita simpanan yang sukses merebut cinta sejati. Terlepas dari motifnya bukan cinta, melainkah takhta dan harta, tetap saja Wallis tergolong wanita simpanan yang mengesankan.


                                                                                                                                   

0 komentar:

Posting Komentar